Dawn of the Planet of the Apes : "Et tu, Brute?"
Director : Matt Reeves
Screenplay : Mark Bomback, Rick Jaffa dan Amanda Silver
Cast : Andy Serkis, Stephen Jacobs, Gary Oldman, Jason Clarke, Keri Russel
Masih kebayang kan saat si ganteng James Franco bermain-main dengan monyet lucu di Rise of Planet of the Apes? Dalam benak kita, bangsa kera adalah hewan lucu yang dapat diajari meniru kita. Frasa "Sarimin pergi ke pasar!" membuat saya langsung terbayang monyet kecil yang memakai topi bambu dan membawa gerobak di persimpangan jalan, yang kini sudah menghilang berkat Gubernur DKI saat itu, Joko Widodo.
Apa yang disajikan oleh Rupert Wyatt di Rise of Planet of the Apes lalu adalah sebuah gambaran horor nan mengerikan dari kedigdayaan bangsa kera. Berganti kursi penyutradaraan, Matt Reeves (Let Me In) kini bertanggung jawab untuk membawa kita semua ke sekuel terbaru dari era para kera : Dawn of the Planet of the Apes.
Sepuluh tahun berlalu sejak bangsa manusia diperkirakan punah oleh virus, bangsa kera yang dipimpin oleh Caesar (Serkis) kini hidup tenang di dalam hutan belantara dan membangun sistem kehidupannya sendiri. Kehidupan damai ini terusik ketika anak Caesar bertemu dengan manusia yang ketakutan dan tak sengaja menembak bangsa kera. Caesar, dengan seluruh bangsa kera di belakangnya berteriak "Gooo!!!!!" dan tentu saja membuat kelompok kecil manusia itu lari tunggang langgang. Dan saya pun terkena serangan jantung mendadak.
Kelompok kecil manusia tersebut rupanya merupakan bagian dari kelompok survivor yang dipimpin oleh Dreyfus (Oldman). Karena sumber energi mereka akan segera habis, mereka membutuhkan sumber energi baru dari bendungan yang ada di daerah kekuasaan para kera. Walaupun Caesar dan rombongannya (dengan kuda hitam yang seganteng kudanya Prabowo) datang dan memperingatkan agar manusia menjauh dari mereka pun tidak menyurutkan keputusasaan Dreyfus. Sahabat baiknya, Malcolm (Clarke) berkeras bahwa ia dapat melakukan pendekatan yang lebih manusiawi kepada para kera. Namun ada hal lain yang lebih penting daripada sekedar mendapatkan energi baru : kebencian dan prasangka antar ras.
Untuk saya pribadi, film ini layak untuk disematkan sebagai summer blockbuster terbaik tahun ini. Ada banyak hal yang membuat film ini begitu kuat dan membekas di benak saya. Hal yang paling pertama tentu saja ada di skrip keren dari Mark Bomback, Rick Jaffa dan Amanda Silver. Skripnya bukan hanya melanjutkan apa yang sudah dibangun di film pertama, namun juga menggambarkan sebuah kisah klasik yang masih relevan dengan apa yang terjadi di dunia saat ini. Ini bukan hanya film sci-fi yang terdengar mustahil, ada perang antara kaum mayoritas (kera) dan minoritas (manusia) di dalamnya. Yang mayoritas merasa apapun yang mereka pikirkan adalah benar. Yang minoritas mencoba untuk bertahan dan membela diri, walau mereka harus 'didiamkan secara paksa'. Coba kamu trace back ke kondisi belakangan ini. Brilian sekali.
Ibarat roti canae yang gak akan enak kalau tidak dimakan dengan beef curry, naskah filmnya sendiri akan melempem dan hambar tanpa karakter yang kuat. Andy Serkis memerankan Caesar yang begitu otoriter sekaligus sangat karismatik sebagai pemimpinnya. Setiap ekspresi wajah hingga tatapan mata yang begitu manusiawi, membuat kita menjadi sangat simpati terhadapnya. Sebagai anti-tesis dari Caesar adalah Koba yang diperankan Toby Kebbel, tangan kanan Caesar yang memiliki kebencian terhadap kaum manusia. Saking bencinya, Koba yang dibesarkan sebagai sosiopath ini bahkan menganut paham Machiavellisme dalam melancarkan aksinya. Menarik sekali untuk menyaksikan adaptasi dari tragedi Caesar dan Brutus dalam versi modern.
Untuk kamu yang belum familiar, Julius Caesar adalah kaisar terbesar Roma di eranya. Dengan caranya, Julius Caesar membangun pemerintahan dan membentuk undang-undang yang semakin mengukuhkan kekuasaannya yang otoriter. Brutus adalah teman seperjuangan sekaligus tangan kanan yang paling ia percayai. Karena gosip bahwa Roma akan kembali menjadi kerajaan monarki absolut, Brutus dan yang lainnya merencanakan pembunuhan Caesar. Dan kaisar ini pun mati ditikam oleh para orang yang ia kira adalah pendukungnya. Dan terutama, ditikam oleh Brutus. "Et tu, Brute” (Kamu juga, Brutus?) adalah kata-kata terakhirnya sebelum ia meninggal.
Ya, menyaksikan Dawn of Planet of the Apes membuat saya sangat kegirangan. Naskahnya yang matang, aktor dengan akting luar biasa, jalan cerita yang rapi dan solid, serta sutradara yang mampu menyajikan kisah klasik dengan eksekusi baik. Kapan lagi bisa nonton film sekeren ini? Please give Andy Serkis an appropriate award!
0 komentar: