REQUIEM FOR A DREAM " Defined the meaning of addiction"
Director : Darren Aronofsky Screenplay : Darren Aronofsky and Hubert Selby Jr. ( based on novel Requiem of a Dream by Hubert Selby Jr ) Cast: Elien Burstyn, Jared Leto, Jennifer Connely, Marlon Wayans
Semuanya berawal ketika gue mulai mendengarkan musik 30 Seconds to
Mars, yang digawangi oleh Jared Leto. Menurut gue, 30 Seconds to Mars
adalah satu dari sedikit band rock terbaik di generasi gue. Dan Jared
Leto, mau diapain juga model rambutnya, adalah salah satu pria dengan
ketampanan yang gak manusiawi. Sebagai orang yang mengaku sangat
menyukai film, gue merasa sangat bodoh karena lebih mengenal Leto
sebagai seorang musisi dibandingkan dengan sebagai seorang aktor. Ya,
Jared Leto juga seorang aktor (dan mantan pacar Cameron Diaz, by the
way, seolah berita ini super penting). Dan setelah bertanya ke banyak
sumber terpercaya, Requiem of a Dream ada di dalam wajib tonton gue.
Di sudut kota New York, hiduplah seorang wanita paruh baya bernama Rose
Goldfarb (Burstyn) yang sangat terobsesi dengan sebuah acara televisi.
Hidupnya menjadi sangat berwarna ketika dia mendapat telepon yang
memberitahunya bahwa dia akan muncul di acara tersebut. Masalah kemudian
timbul ketika dia ingin menurunkan berat badannya, demi bisa memakai
gaun merah kesukaannya di acara tersebut. Di sisi lain ada Harry (Leto),
anak satu-satunya Rose yang bermimpi untuk bisa sukses bersama dengan
kekasihnya Marion Silver (Connelly) dan Tyrone (Wayans) dengan cara
berjualan heroin. Darisini, kita disuguhi realitas dan arti baru dari
kecanduan.
Kecanduan, menurut KBBI adalah kejangkitan suatu
kegemaran sehingga melupakan hal-hal lain. Hal ini yang begitu gamblang
divisualisasikan oleh Aronofsky. Setelah gue ikut tenggelam dalam
menelaah batas antara fantasi dan kenyataan di Black Swan, ini adalah
pengalaman kedua gue. Aronofsky punya kemampuan untuk membuat sisi gelap
manusia terlihat begitu menarik untuk diikuti, tidak peduli seberapa
menakutkannya itu. Mungkin memang bukan kesukaan banyak orang, tapi
setelah lo sudah terpikat dengan film-film sejenis ini, lo ga akan bisa
menolak buat nonton. Gue terutama sangat suka sama dengan short shot ke
arah wajah keempat tokohnya. Juga dengan scene-scene yang dengan sengaja
dipercepat maupun diperlambat dan warna-warna yang dipakai untuk
mempertegas keadaan dari keempat tokoh utama. Plus score musiknya.
Mencengangkan. Dan juga membius, membuat gue tidak bisa berhenti menatap
layar. Gue bahkan gak tau mau berkomentar apaan lagi.
Dari segi
akting, walau awalnya gue menonton film ini karena alasan Jared Leto,
tapi bintang utama dari film ini justru Elien Burstyn. Sebagai Rose, dia
dengan sangat cemerlang memerankan seorang sosok janda paruh baya yang
kesepian tanpa suami dan anaknya yang sibuk sendiri, ketika tujuan
hidupnya hanyalah sesederhana bisa mengenakan gaun merahnya.
Kegilaannya, kecintaannya terhadap makanan yang kemudian berubah menjadi
rasa takut, tentu bukan akting yang mudah. Terbukti dari nominasi best
actress dari Academy Award dan Golden Globe. Dan buat yang udah nonton
pasti akan mengerti kenapa gue berkomentar seperti ini. Begitu juga
dengan akting Leto, yang begitu meyakinkan sebagai seorang junkie.
Mengingat Aronofsky sendiri yang meminta Leto dan Wayans untuk berpuasa
gula dan seks selama sebulan demi mengerti dan mendalami perasaan sakaw
itu sendiri. Bukan pengalaman menonton yang menyenangkan, tentu, since
this one is tough, but it’s blown your mind, sampai ke titik yang gak
gue duga sebelumnya.
Mungkin ada banyak film yang berkisah mengenai
kecanduan, dengan begitu banyak aspek yang menjadi sudut pandang
utamanya. Tapi Requiem of a Dream menawarkan sisi yang begitu gelap
namun mengundang (emang, yang ‘gelap’ itu selalu lebih menarik!). Kisah
mengenai Harry-Marion-Tyrone mungkin adalah kisah klasik yang banyak
diangkat di film-film lain, namun tambahkan dengan kisah kecanduan Rose,
Requiem of a Dream menjelma menjadi salah satu paling berbahaya,
disturbing, depressing, namun brilian. Kecanduan yang divisualisasikan
oleh Aronofsky seolah menampar gue. Tidakkah gue juga begitu, dalam
artian yang lain? It is chilled my spine, not in a good way. So yes,
I’ve warned you, buat yang gak suka dengan tema film seperti ini, don’t
waste your time, karena perasaan setelah nontonnya yang bener-bener
tidak menyenangkan. Percaya deh, hahaha.
Dalam hidup kita, sadar
maupun tidak sadar, kita semua terpasung dalam kecanduan kita sendiri.
Ada begitu banyak jenis penghambaan terhadap banyak hal, yang membuat
kita lupa akan hal-hal lain, mau kadarnya kecil maupun besar. Jangan
sampai kita menjadi berakhir seperti Rose ataupun Harry, menjadi terlalu
masuk ke dalam dunia yang sibuk kita ciptakan tanpa menoleh ke arah
manapun untuk sekedar meminta pertolongan. We all have our own
addiction. To the technology, to the food, to sex, or even to
Fassbender. Mine is addicted to an empty hope. But after re-thinking it
again, don’t we all like that? And now I’m scared to death.
ga diragukan lagi,salah 1 film favorit saya dari dekade 2000an.. Ellen Burstyn briliant! harusnya dia menang oscar…tapi ya kayanya ni film pas rilis agak2 kurang diapresiasi deh…faktor NC-17 juga
dan…score-nya…haunting abis,salah 1 score favorit ane selain score The Social Network and Godfather ^^
ga diragukan lagi,salah 1 film favorit saya dari dekade 2000an..
BalasHapusEllen Burstyn briliant! harusnya dia menang oscar…tapi ya kayanya ni film pas rilis agak2 kurang diapresiasi deh…faktor NC-17 juga
dan…score-nya…haunting abis,salah 1 score favorit ane selain score The Social Network and Godfather ^^