CLOSER " Lying is the best a girl can have without taking her clothes off"
Director : Mike Nichols Screenplay : Patrick Marber Cast : Julia Roberts, Jude Law, Natalie Portman, Clive Owen
I was shock when a big package came to my room the day before I’m
turning into 23 almost a week ago. Diantara banyak bungkusan-bungkusan
kado yang ada di dalam kotak besar itu, ada sebuah bungkusan yang
ditempeli memo di atasnya, “this content is for 17+, so unless you are
Justin Bieber…” (really, Mer? JB? LOL! Really love your sense of witty
humor!).
goodie bag
Dan ternyata isinya bukan DVD Shame atau bahkan Caligula. It’s
Closer, one of my most favorite movie ever. Dan gue serasa kembali ke
usia 17 tahun ketika kembali menonton filmnya. Rasanya seperti
diingatkan akan kenaifan dan kepolosan gue dulu. Karena sesungguhnya,
takkan pernah cukup umur kita untuk bisa mengartikan dan mendefinisikan
apa cinta itu sebenarnya.
Closer diadaptasi dari sebuah naskah
teater berjudul sama yang juga ditulis juga oleh Patrick Marber di
tahun 1997 dan memenangkan banyak penghargaan seperti Evening Standard
Award for Best Comedy, The Critics Circle Theatre Awards, dan Laurence
Olivier Awards for Best New Play. Closer disebut-sebut sebagai versi
modern sekaligus tragis dari opera gubahan Mozart : Cosi fan futte.
Salah satu fakta unik dari film ini adalah bahwa Clive Owen yang
memerankan Larry di versi film, ternyata memerankan Dan di versi
teaternya. Disutradarai oleh Mike Nichols yang sudah terkenal dengan
Who’s Afraid of Virginia Woolf?, The Graduate, hingga Angels in America
dan Charlie Wilson’s War dan dirilis tanggal 3 Desember 2004. So if you
are going to watch this, be prepared for being stabbed and slapped over
and over again, because I do (or is it just me?).
Dan (Law)
dan Alice (Portman) berkenalan dengan cara yang tidak biasa ketika Alice
tertabrak sebuah taxi di jalanan kota London. Dan yang hanya seorang
obituaries membosankan sangat terkejut sekaligus terkesan dengan latar
belakang Alice, si striper mungil dari New York. Setahun berlalu ketika
akhirnya Dan berkenalan dengan Anna (Roberts) yang berprofesi sebagai
fotografer untuk kepentingan pemotretan cover novel Dan. Segera saja
mereka segera tertarik satu sama lain, sayangnya saat itu Dan sudah
berpacaran dengan Alice. Melalui sebuah cara yang iseng dan lucu, Dan
menarik masuk Larry (Owen) yang juga seorang dermatologist ke dalam
kerumitan cinta segi-empat yang berujung dengan saling menyakiti satu
sama lain.
Jude Law & Julia Robert
Natalie Portman & Clive Owen
First thing to say, I’m speechless, even after
watching it for numbers of time. Ada begitu banyak momen yang memorable
di film ini. Filmnya sendiri begitu lucu, sinis, sarkastik, dengan alur
maju mundur yang mungkin akan membuat sebagian dari penonton bingung
untuk merunutkan timeline filmnya (tapi gak begitu susah kok, ini bukan
Memento :p). dialog-dialog panjang yang ditulis oleh Marber is simply
breathtaking and genius. Gue suka banget dengan sempilan-sempilan humor
sarkas yang begitu pahit, yang membuat gue tertawa nanggung, kombinasi
dari rasa geli sekaligus merasa tertampar karena kata-katanya yang
begitu menusuk ke dalam realita sebuah hubungan percintaan yang bisa
kita temukan dimanapun. Gue juga sangat suka dengan karya Marber yang
lain, yaitu Notes on the Scandal. Dua-duanya sama-sama menyorot hubungan
antar manusia, namun menurut hemat gue, kualitas Closer ada di atas
NotS. Selain karena tema yang ditawarkan sangat related sama kehidupan
kita, karakternya jauh lebih hidup. So yea, buat pecinta drama, Closer
jelas adalah sebuah film yang membuat penontonnya terpaku dan terpukau
dengan skenario cerdas yang menghibur sejak awal, dan diakhiri dengan
sebuah perasaan murung dan muram yang bertahan selama seminggu, merasa
pengetahuan gue akan apa arti dari sebuah cinta dan pengkhianatan itu
hanya sebatas literature khas teenlit. Gue merasa sangat picisan
dibandingkan dengan film ini, ga ada apa-apanya.
Fourplay ? >.<
Dalam filmnya
sendiri hanya berfokus pada 4 karakter. Toh justru itu menjadi sebuah
kekuatan sendiri dari filmnya, karena sepanjang durasi film kita
disuguhi interaksi keempat tokoh ini. Semuanya begitu hidup, sangat
manusiawi, dan yang paling penting : believable. Membuat gue merasakan
simpati terhadap nasib mereka. Bukankah itu adalah sebuah ciri film yang
baik, ketika penonton bisa merasakan emosi dan juga related dengan
kisahnya, sehingga mudah untuk menangkap ‘nyawa’ dari filmnya. Kredit
khusus gue tujukan untuk Natalie Portman dan Clive Owen sebagai Alice
dan Larry. They’re the scene stealer. Akting mereka berdua
sungguh-sungguh breathtaking and jaw dropping. Semua ekspresi wajah,
pancaran sorot mata, gerak-gerik tubuh, hingga cara mereka bernafas
menyiratkan bahwa mereka bukan hanya sekedar memerankan, namun mereka
benar-benar menjadi Larry dan Alice. Gue bisa merasakan betapa sakitnya
hati Alice dan betapa gilanya Larry ketika mereka sama-sama dikhianati
oleh pasangannya. Penjiwaan yang mengantarkan mereka mendapatkan
nominasi Academy Award dan juga memenangkan Golden Globes sebagai Best
Supporting Actor and Best Supporting Actress, juga
penghargaan-penghargaan lainnya.
And boy, the revenge is
always sweet. Dengan ending yang selalu membuat gue sukses menitikkan
air mata, merasakan sedikit kebebasan sekaligus kehampaan. Bukan hal
yang mudah untuk meng-capture semua emosi itu. Salut untuk Mike Nichols.
Gue memang belum menonton karya lainnya kecuali Charlie Wilson’s War,
but this legendary director emang bukan orang sembarangan. Target gue
selanjutnya untuk karya beliau adalah The Graduate, dan gue yakin gue
akan tetap terkagum-kagum sama seperti Closer.
Dan semua itu
ditambah menjadi tambah sempurna dengan kesenduan dari lagu Damien Rice
yang menjadi intisari dari filmnya itu sendiri : Blower’s Daughter. Lagu
itu seolah bisa mewakili perasaan dari kota New York, London, sekaligus
keempat tokoh utamanya, perasaan kesepian dan kesenduan yang terasa
mencekik leher. Sebuah sinkronisasi yang harmonis antara lagu dan
filmnya, sebuah kelengkapan yang sempurna. Indah dan sepi.
Overall, Closer memang bukan sebuah drama berat, dan walau tema yang
diusung memang universal, tapi Closer bisa membawanya ke level baru,
dengan segala muatan bahasa dan gambaran yang tidak terlalu
kontroversial namun tetap menghujam perasaan. The feeling afterwards is
the best from watching this movie. And again, ada begitu banyak dialog
yang serasa menyayat-nyayat hati gue, perih. Karena inilah kenyataan.
Cinta bisa datang semudah kedipan mata, bisa pula hilang dalam sekejap,
dengan berbagai jenis rasa sakit yang berbeda-beda kadarnya bagi
masing-masing orang. Menimbulkan pertanyaan besar dalam benak gue, kalau
memang cinta selalu berakhir sesakit ini, mengapa kita tidak pernah
lelah untuk terus mencintai orang lain?
And I will close this
review with my most favorite quote from Alice to Dan, “Where is this
love? I can’t see it, I can’t touch it. I can’t feel it. I can hear it. I
can hear some words, but I can’t do anything with your easy words.” Maybe that’s a prove that love is a feeling, not only simply word.
****
n.b : dedicated for my dearest bestfriend, Merista Kalorin. Thank you
for the birthday gifts. I don’t know how to say thanks properly, this is
the only way I know. Thank you for being a friend of mine. Very funny
that I just haven’t met you yet. Hope you love this review :p.
wauwww... tambah solid aja nih mbak tia dan kak mer... paragraf diawal-awal, serasa gue juga ikut buka tuh kado.. ckckckc ;)
BalasHapusHahahaha, thanks Hem :p. Tujuannya emang itu, biar pada ikutan buka kadonya, heheh
BalasHapuseeaa..hatchiii..*yang dikomen telat bersinnya >.<
BalasHapusdia buka kadonya pasti digigit gigit karena gak sabar XD
Gak, gue buka dengan penuh kelembutan *apeu*a
BalasHapus