Director: Martin Scorsese Screenplay: John Logan, based on novel The Invention of Hugo Cabret by Brian Selznick Cast: Asa Butterfield, Ben Kingsley, Chloe Moretz, Sacha Baron Cohen, Jude Law, Christopher Lee
Martin Scorsese, without a doubt, is one of the best director lived.
Film-filmnya selalu memberikan pengaruh besar bagi dunia perfilman.
Memulai debut penyutradaraan sejak tahun 1968 hingga sekarang, sutradara
beralis tebal ini menginspirasi banyak sutradara berbakat dunia
lainnya, mulai dari Paul Thomas Anderson, David Fincher, hingga Quentin
Tarantino. Dan inilah karya terbaru, yang terus terang sempat membuat
gue terheran-heran pada awalnya. Bagaimana tidak, Scorsese lebih dikenal
sebagai sutradara yang trademarknya membuat film-film yang menyorot
sisi gelap manusia, seperti Taxi Driver. Dan Hugo praktis menjadi film
pertama Scorsese dengan rating PG, plus menjadi film 3D pertama
Scorsese, yang malah dianggap sebagai film 3D terbaik oleh sang master
3D sendiri, James Cameron.
Hugo (Butterfield) adalah seorang
anak sebatang kara yang tinggal di stasiun kereta api. Hugo secara rutin
mencuri spareparts dari toko mainan milik Georges (Kingsley), demi
memperbaiki sebuah automaton peninggalan almarhum ayahnya (Law). Ketika
akhirnya Hugo tertangkap tangan oleh Georges, Hugo terpaksa kehilangan
buku catatan milik ayahnya, salah satu barang berharga baginya. Dengan
bantuan Isabelle (Moretz), Hugo berusaha untuk mengambil kembali buku
tersebut, dan kemudian malah terseret dalam sebuah petualangan indah
yang membawanya kembali ke rumah.
Di adaptasi dari novel “The
Invention of Hugo Cabret” karangan Brian Selznick, Hugo bukanlah film
petualangan biasa. Seperti yang sempat gue sebut di awal, sesungguhnya
gue sempat skeptis sama film ini. Oh, don’t get me wrong, I’m a fans of
Scorsese’s works, terutama The Aviator. Hanya saja awalnya gue
menganggap Hugo isn’t my cup of coffee, sebuah understatement yang
bodoh, tentu saja. Walau telah membaca review dari teman-teman di
berbagai forum pecinta film, masih belum tergerak hati gue untuk
memasukkan Hugo ke dalam urgent watchlist (the truth is…I’m a picky
moviegoers). Tapi semua keraguan gue terhapus hari ini, tergantikan
dengan sebuah perasaan kagum. WOW!!
Hugo sesungguhnya
menawarkan sebuah sejarah mengenai dunia film yang tidak diketahui
banyak orang. Even better, Hugo bisa dibilang adalah sebuah
semi-autography mengenai kehidupan Georges Melies, a legend in a movie
world. Melies is a filmmaker, actor, set designer, illusionist, and
toymaker. He is a cinemagician. Peran serta Melies untuk dunia perfilman
sangatlah besar, dikenal sebagai salah satu innovator dalam penggunaan
special effect. Filmnya yang sangat terkenal, A Trip to the Moon (1902)
dan The Impossible Voyage (1904) disebut-sebut sebagai pelopor genre
science fiction. Dan legenda ini digambarkan dalam masa tuanya,
terlupakan oleh para penikmat film, duduk meratapi nasibnya dengan
tatapan mata kosong, diperankan dengan sangat menyentuh oleh Kingsley.
Yang memerankan Melies merujuk pada Scorsese sendiri.
Hal lain
yang menjadi poin penting dari Hugo adalah sinematografinya.
Breathtaking, dan benar-benar sangat indah dan megah. Membawa kita ke
Prancis di jaman dulu, walau hanya dalam layar, but it is amazing.
Dengan music score yang juga sama indahnya, so far Hugo succeed for
bringing out the Parisian inner me, setelah Ratatouille. Dengan banyak
sempilan hal-hal detail yang merujuk kepada dunia film itu sendiri,
jelas Hugo adalah sebuah tribute yang menyenangkan ditonton bagi semua
pecinta film.
Again, it might the most unusual Scorsese’s work,
but also this is the most related and make sense one. Scorsese, dengan
caranya sendiri, telah menulis sebuah surat cinta yang begitu puitis
bagi dunia perfilman itu sendiri, sekaligus mengedukasi kita (terutama
gue) yang belum terlalu familiar dengan dunia ini. Bahwa di balik
gemerlapnya sebuah film, ada sebuah kerja keras di dalamnya. Ada banyak
tangis dan darah yang dikucurkan untuk membuat sebuah mimpi menjadi
nyata. And it’s such a rarely experience, to burst into joy and tears to
the past. Hugo, undeniable, is one of the most orgasmic visual
experience I’ve ever had. Thank you, Mr. Scorsese for writing this
beautifully poetic love letter for us. Thank you for reminding me again
why am I falling in love into movies. Pengalaman keindahan visual dan
mind-blowing yang mengacak-acak pikiran, yang sulit ditandingi dengan
apapun. Enigmatic.
Martin Scorserse
“If you’ve ever wondered where your dreams come from, you look around…this is where they’re made.”
0 komentar: