Movie Review : Test Pack : Be My Baby
Test Pack : Be My Baby –> A HEART-WARMING WITHOUT BEING TOO OVER DRAMATIZE
Director : Monty Tiwa
Screenplay : Adhitya Mulya
Cast : Reza Rahardian, Acha Septriasah,
Renata Kusmanto, Dwi Sasono, Oon Project P, Ulil Herdiansyah, H. Jaja
Miharja, Meriam Bellina, Gading Marten, Agung Hercules
Berbahagialah pecinta film Indonesia tahun ini, bioskop kita, walau
masih ada beberapa film bergenre horror-porno yang berita skandalnya
jauh lebih bisa dinikmati dibandingkan dengan filmnya sendiri (even gue
sendiri gak mau menyebutnya film), namun genre-genre film lain mulai
menggeliat. Dan yang gue bicarakan disini bukan hanya dari segi
pendapatan box-office, namun dari segi genrenya yang lumayan
beragam, juga dari segi kualitasnya, yang semakin lama semakin membaik.
Dan salah satu yang terbaik tahun ini adalah sebuah film bergenre
drama-komedi berjudul Testpack.
Diangkat dari novel karya Ninit Yunita yang sudah terbit sejak tahun
2005.
Test Pack bercerita mengenai sepasang suami-istri bernama Rahmat
(Rahardian) dan Tata (Septriasah) yang sudah menikah dan bahagia selama 7
tahun, namun masih belum juga dikaruniai anak. Sudah berbagai macam
cara mereka lakukan demi mendapat sang buah hati, dari mulai sistem
kalender sampai ke proses invitro (bayi tabung), namun selalu saja
gagal. Di sisi kota yang lain ada Shanti (Kusmanto), seorang model
terkenal yang akan diceraikan sang suami, Heru (Sasono) karena dia tidak
bisa memberikan keturunan bagi keluarga besar sang suami. Darisinilah
kemudian, kisah mereka bertemu dan saling bertabrakan. Sebuah potret
yang cukup membuat hati miris di tengah banyaknya berita aborsi dan
pembuangan bayi.
First of all, gue bahkan sadar ini adalah film
Indonesia. Dan gue memang sudah sangat siap untuk melihat sebuah
dramatisasi ala sinetron yang nampaknya memang sulit dilepaskan dari
kategori film-film drama kita. Dan gue akhirnya dibuat tercengang,
karena tidak sekalipun ada drama lebay ala sinetron. Semuanya, sejak
awal film sampai ending, begitu mengalir dengan smooth dan believable. Semua
aspek dari filmnya super duper keren. Soundtracknya yang mendukung.
Lokasi dari semua scene, dari bar, klinik, sampai ke rumah plus segala
printilan-printilannya detail banget. Rumah tempat Rahmat-Tata
atmosfernya begitu homey, seolah memang mereka adalah pasangan
suami-istri nyata yang tinggal di rumah yang nyata dan kita
diperbolehkan untuk mengintip seperti apa kehidupan mereka sehari-hari.
Dari segi akting, tanpa perlu berbasa-basi, kayaknya udah tahu semua
lah ya, Reza Rahardian adalah ujung tombak dari film ini. Mimik wajahnya
begitu natural. Bahkan, dengan jajaran komedian yang sengaja ditaruh
untuk memberikan sentuhan komedi seperti misalnya Oon Project Pop, Jaja
Miharja, sampai Agung Herkules, scene paling hilarious justru datang dari gerak-gerik Reza yang begitu alami seolah dia berperan sebagai dirinya sendiri. When he smiled, when he cried, hati kita mau gak mau ikut trenyuh dan berseri-seri. Reza Rahardian membuat karakter Rahmat begitu hidup dan nyata. And just so you know, I always had a crush with him. Seeing him in a big sceen with that lazy eyes and curly hair…ngegemesin. Titik. Dan yang membuat film ini bahkan lebih perfect adalah chemistry Rahardian dan Acha Septriasa.
They’re cute couple, and we do believe in them in the big screen. Dan gue berani bilang, this is Acha’s best performance.
Peningkatan akting dari ketika pertama gue nonton dia di Heart jauh
banget terasa. Lalu di sisi ‘antagonis’ ada Renata Kusmanto. Gue suka
penjiwaan dari karakternya. Dalam film lain dan di tangan sutradara
lain, karakter Shanti mungkin bisa dibuat terlihat sebagai evil bitch. Tapi disini gue ga ngerasakan hal itu. Gue sebagai penonton malah merasakan betapa miserable dan
kesepiannya dia.
Dari sisi pemain pendukung, seperti yang gue singgung
di atas, menurut gue kadar komedinya kurang nendang ketika dibandingkan
dengan akting Reza, pengecualian untuk Oon Project Pop, yang bahkan
dengan appereance-nya (tanpa bermaksud mendiskreditkan, gue
fansnya Project Pop, lho) saja sudah menimbulkan tawa. Pun, kekurangan
dari film ini, yang lumayan mengganjal di gue hanyalah masalah
penggunaan bahasa sunda di beberapa scene. Entahlah, sebagai seorang half breed Sunda
yang gak bisa berbahasa Sunda, semestinya gak pantes juga sih gue untuk
mengkritik, tapi di pendengaran gue, logat Sunda-nya terdengar kaku dan
aneh.
Monty Tiwa, tak diragukan lagi, adalah salah satu sineas terbaik
Indonesia saat ini. Gue terutama sangat menikmati skenario yang
ditulisnya dari film Mendadak Dangdut. Juga film debutnya sebagai
sutradara, Maaf Saya Menghamili Istri Anda (2007). Dalam Test Pack,
dengan naskah dari Adhitya Mulya, film ini tidak lantas menjadi film
konsumsi kaum hawa semata. Filmnya mengalir dengan lancar, smooth, dan semua aspek dari filmnya believable. Bikin gue senyam-senyum sendiri, dan kemudian meringis menahan tangis haru. Again, dengan
tema sestandar apapun, di tangan yang tepat, sebuah film bisa menjadi
sebuah masterpiece. Jelas, ini adalah salah satu film adaptasi dari
novel terbaik dari Indonesia, plus jadi salah satu film terbaik tahun
ini. Undeniable.
Overall, terkadang dalam hidup seseorang mungkin terlihat begitu wow, terlihat begitu sempurna. Namun, setiap relationship
memiliki masalah sendiri. Begitu pula dalam sebuah kehidupan
pernikahan, apakah benar anak adalah sebuah elemen terpenting di
dalamnya, yang tanpa kehadirannya akan membuat pernikahan itu menjadi
tak berarti? Ketika tuntutan masyarakat yang membuat panas telinga,
setiap ditanya “Kapan punya anak?” menjadi begitu mengganggu.
Lalu,
jikalau ternyata salah satu dari pasangan tidak mampu memberikan
keturunan, apakah pasangan itu cacat, dan bisa dengan mudah
disingkirkan? Lagi-lagi kembali ke sebuah pertanyaan penting : Apakah
cinta saja cukup? Well, sebagai seorang yang skeptis, buat gue,
tentu saja tidak (dan akan gue hentikan disini sebelum review ini
berubah menjadi sesi curhat). Tapi ada banyak moment, bahkan untuk
seorang gue, yang membuat hati trenyuh, sampai gue berteriak frustasi
dalam hati, “Bunuh gue sekarang!”
Really, it’s a heartwarming. You have to watch it on theatres near you, terlebih, buat orang-orang yang masih menilai film ini dari judulnya (lame!), like, right now!
Trailer :
0 komentar: