Review : Drive ( 2011 )
Drive
"A Real Hero, Real Human Being"
Director : Nicholas Winding Refn
Screenplay : Hossein Amini ; based on 2005 novel 'Drive' by James Sallis
Cast : Ryan Gosling, Carey Mulligan, Albert Brooks, Ron Perlman, Bryan Cranston, Christina Hendricks
Mungkin akan ada banyak orang yang merasa heran dan mengerutkan dahi
mereka ketika saya bilang bahwa Drive adalah salah satu film romantis
terbaik yang pernah ada. Aneh memang, karena sesungguhnya film buatan
tahun 2011 ini bukanlah film dengan genre drama romantis. Malah, ini
adalah sebuah film indie bergenre neo-noir crime, dengan banyak sentuhan
ala arthouse sekaligus grindhouse. Disinilah kehebatan dari sebuah
film, bahwa ia tidak bisa dibatasi oleh genre, bahwa ia bisa meloncati
batas dan bermain-main dengan imajinasi kita, membuatnya berkelana
terlalu liar. Inilah Drive, yang tayang perdana pada tanggal 20 Mei 2011
di festival Cannes hingga mendapatkan standing ovation sekaligus
memenangkan Best Director di ajang yang sama.
Driver (Gosling)
adalah seorang pria yang bekerja sebagai stuntmant untuk film di siang
hari dan montir di bengkel milik Shannon (Cranston), juga sebagai supir
untuk para kriminal di malam hari. Hidupnya berubah ketika dia
berkenalan dengan tetangganya, Irene (Mulligan) dan anaknya Benicio
(Kaden Leos). Suami Irene yang baru saja keluar dari penjara, Standard
(Isaac) terlibat hutang yang mengancam keselamatan Irene dan Benicio.
Driver pun turun tangan untuk membantu. Dan ketika semuanya menjadi
kacau tak terkendali, Driver akhirnya membalas dendam kepada Bernie
(Brooks) dan Nino (Perlman) sekaligus demi menyelamatkan nyawa Irene dan
Benicio.
Diangkat dari novel berjudul sama, awalnya peran
Driver diplot untuk Hugh Jackman dan disutradarai oleh Neil Marshall.
Namun kemudian digantikan oleh Ryan Gosling, yang lalu memilih Refn
untuk mengepalai proyek ini. Carey Mulligan pun langsung diajak untuk
memerankan sosok Irene.
Refn adalah sutradara asal Denmark
yang terkenal dengan karyanya seperti Bronson (2008) dan Valhalla Rising
(2009). Jujur, sebelum hingar bingar Drive ini, saya bahkan belum
pernah mendengar namanya. Namun lewat film ini, saya begitu jatuh hati.
Filmnya sendiri begitu terasa retro dan stylish, begitu khas tahun 80an,
namun sekaligus memasukkan lagu-lagu synth-pop seperti Kavinsky "Night
Call" dengan font berwarna pink terang di bagian credit, membuatnya
begitu kontras dengan isi filmnya sendiri.
Hal lain yang begitu
saya suka dari film Drive ini adalah temponya yang lamban. Mungkin akan
membuat beberapa penonton menguap kebosanan, tapi justru dengan pace
lamban ini, Refn secara perlahan membangun rasa simpati saya terhadap
masing-masing karakter. Dan ketika film mulai masuk ke dalam klimaks
(yang juga cenderung 'datar' khas film-film Eropa), saya bisa sangat
menikmati dan memaklumi motivasi dari sang Driver itu sendiri.
Kekuatan lain dari Drive, seperti yang sudah saya singgung di awal,
adalah bumbu drama romantis yang ada, walau singkat tapi begitu kuat dan
menjadi dasar keseluruhan dari filmnya. Jangan harapkan adegan-adegan
romantis. Tidak, tidak ada adegan berlebihan atau dialog-dialog manis
dan berbunga. Tidak. Yang ada adalah adegan-adegan minim dialog,
menggambarkan kecanggungan antara Driver-Irene-Benicio. Dengan adegan
minim dialog ini justru kekuatannya dibangun. Bagaimana ekspresi dan
gesture dari Driver dan Irene, yang membuat saya tersenyum dan terharu.
Bagaimana chemistry diantara Driver-Irene-Benicio, seolah mereka
terselubung di dalam lingkaran sabun, begitu rapuh sekaligus terisolir
dari dunia luar. Indah.
Dan karena filmnya sendiri begitu
sadis sekaligus artistik di saat yang bersamaan, saya benar-benar
terkagum-kagum sampai bertepuk tangan. Makin banyak darah yang
berceceran, makin banyak daging yang disayat, makin romantis justru
jadinya. Adegan favorit saya terutama adalah adegan di lift, sebuah
klimaks dimana romantisme dan kekerasan bisa bertemu di saat yang
bersamaan. Ketika hati saya justru makin meleleh melihat cipratan darah
dimana-mana. I want one like that. Call me a psycho or freak, I don't
care. I love Driver to death.
Akting Ryan Gosling sebagai
Driver, tak terbantahkan lagi, adalah salah satu yang terbaik sepanjang
karirnya. Sungguh sayang dia tak diganjar nominasi Oscar. Toh, dari
caranya berkedip dan menarik napas sudah begitu meyakinkan saya. Senyum
lembutnya di balik semua tindak kekerasan yang ia lakukan, caranya
mengayun-ayunkan palu, semuanya begitu believable dan anehnya lovable.
Dan chemistry-nya dengan Carey Mulligan, tanpa perlu menampilkan
kemesraan, sudah begitu menunjukkan betapa serasinya mereka.
Lalu ada Albert Brooks. Aktor yang lebih sering bermain dalam film
komedi ini bertansformasi menjadi seseorang yang begitu dingin dan
menyeramkan. Di balik Bernie yang awalnya terlihat begitu cerewet dan
harmless, tersembunyi sosok yang menyeramkan, lawan tangguh untuk
Driver. Brooks bahkan mencukur habis alisnya, demi menampilkan wajah
tanpa ekspresi.
So overall, Drive adalah sebuah pencapaian yang
begitu outstanding dari Refn. Ketika tak ada batasan kemana genre
sebuah film bisa membawa saya ke titik yang tak saya sangka-sangka.
Ketika darah yang berceceran bisa terlihat begitu artistik disaat yang
bersamaan. Ketika film dengan begitu banyak adegan sadis justru begitu
terlihat romantis. Dan saya terutama sangat menyukai perumpaan yang
diusung oleh film ini. Sebuah dongeng fabel mengenai kodok yang membawa
sekor kalajengking ke seberang sungai, lalu mati disengat dan tenggelam
bersama. Indah dan puitis.
And for most of all, saya mencintai
sosok Driver, dengan jaket bergambar kalajengkingnya, dengan tusuk gigi
terselip di mulutnya, dengan tatapan mata dan senyum lembutnya yang bisa
meyakinkan saya, that everything is gonna be okay.
***
Baca juga cerpen Jeritan Tanpa Suara, trully inspired by this movie. This is my love letter to Nicholas Winding Refn.
0 komentar: