9 Crimes
Sandra terbangun dengan perasaan penat. Ada rasa bersalah yang bercokol dalam rongga dadanya, rasa bersalah yang anehnya bercampur dengan sedikit harapan. Harapan semu untuk meraih sebuah kebahagiaan baru. Imajinasinya yang memang sangat liar sudah mulai menggila. Bisa dilihatnya sebuah altar. Dan gaun pengantin putih berjumbai-jumbai. Seorang bayi mungil dan lucu yang sedang tertidur di buaian. Semua bayangan yang selalu dia harapkan. Walau bukan dengan pria yang terbaring di sebelahnya. Jelas bukan.
Matanya terasa disengat, air matanya merebak ketika perasaan bersalah menghantamnya. Sebuah penggalan lagu sendu bermain di benaknya, “It’s a wrong time, to somebody new..” Dan kenangan itu menghantam Sandra dengan keras, menamparnya untuk bangun dari kenyataan.
***
Sandra menatap puas ketika melirik ke arah jemarinya yang lentik dan indah. Kukunya dimanikur dan dicat dengan warna pink yang lembut. Namun bagian yang terbaik dari jemari kirinya itu adalah sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Sebuah cincin sederhana namun mahal. Berbahan emas putih dengan batu berlian mungil berwarna pink.
“Sudah dong, gak bakalan kemana-mana kok, bakalan tetap di jari kamu..”, tegur suara lembut Jeff.
Sandra menatapnya kembali. Melahap mata Jeff yang teduh dan ada sedikit kerlingan geli disana.
“Aku masih ga percaya.”, jawab Sandra sambil tersenyum manis.
Jawaban dusta, tentu saja. Semua wanita di dunia ini tentu saja mengharapkan ini.
Jeff mendengus lalu tertawa geli. Matanya kembali fokus ke jalanan.
“Jeff, emang harus ya kamu pergi sekarang?”, tanyanya dengan mulut cemberut. Kekasihnya itu memang akan pergi, untuk mengurus pekerjaannya.
“Ya harus dong. Aku mau selesaikan segera, biar ga stress sama persiapan pernikahan kita.”
“Tapi masa sih baru kemaren kamu ngelamar aku, dan harus pergi sekarang juga?”
Jeff tertawa geli lalu spontan mengulurkan tangannya yang bebas dan mengelus pipi Sandra, walau matanya masih awas menatap jalanan. “Kamu jangan bandel ya selama aku tinggal.”, pesannya singkat.
Sandra mendengus kesal, “Kamu yang jangan bandel.”
“I won’t.”, janjinya singkat.
Tapi Sandra tahu Jeff bukan seorang pembohong. Satu dari sifatnya yang membuatnya begitu jatuh cinta.
***
Tapi semua itu akhirnya hanya jadi angan-angan. Rencana yang tak akan pernah, dan mustahil terealisasikan. Mereka tidak pernah bertemu di altar, mengucapkan janji setia sehidup semati.
Pesawat Jeff mengalami kecelakaan ketika terbang di atas laut. Tak ada seorang pun yang selamat. Dan tak ada henti-hentinya Sandra menyalahkan Jeff. Kenapa dia tidak mau mengundurkan jadwal pekerjaannya, sehari saja. Tidak, sejam saja sudah cukup. Ketinggalan pesawat pun tak apa. Yang penting Jeff masih ada di sisinya sekarang, tertawa dan menggodanya. Lengan kekarnya yang berbulu halus masih memeluknya.
Dan lihatlah apa yang dilakukannya sekarang! Minum di bar sampai cukup mabuk, dan menyeret seorang pria, yang bahkan tidak ia tahu namanya ke kamar hotel, dan melampiaskan semuanya. Rasa marahnya. Rasa sedihnya. Rasa kehilangannya. Dan yang tertinggal sekarang hanya rasa sepi dan hampa. Yang dia inginkan hanya Jeff seorang. Namun, Jeff tidak akan pernah kembali.
***
Anton hanya terlelap sebentar. Rasa lelah dan penatnya membuatnya tak awas walau hanya sesaat. Ketika terbangun, matanya menatap punggung mulus seorang wanita, yang sedang duduk memunggunginya. Jelas sedang terisak, mengingat sesuatu yang mungkin menyakiti hatinya. Punggungnya putih mulus. Dan dengan segera Anton teringat dengan apa yang baru mereka lakukan. Perasaan bersalah menghantamnya.
“Apa sih yang gue pikirkan?!”, rutuknya kesal dalam hati. Alis tebalnya mengkerut dan dia menghela nafas pelan, tak ingin wanita itu tahu dia sudah bangun. Kepalanya pening, rasa sakit menusuk-nusuk. Namun Anton berusaha menganalisa apa yang barusan terjadi.
Ya, dia sedang di bar. Menenggak whiskey, vodka, bir, apapun. Dia sangat butuh alkohol. Apapun yang bisa membuatnya lupa dan kebas dari rasa sakit ini. Dan kemudian wanita ini mendatanginya. Menciumnya dengan lapar. Hasratnya menggelegak. Dan itulah alasannya kenapa mereka berdua ada di tempat ini, telanjang tanpa mengenal satu sama lain. Bodoh. Padahal Anton selalu bisa berpikir jernih. Dan berhati-hati. Ini semua salah wanita itu! Wanita dan alkohol semestinya memang tidak berada di tempat yang sama!
Tiba-tiba sepenggal lirik lagu yang sangat disukainya mengalun pelan di dalam kepalanya, “It’s a wrong kind of place to be cheating on you..” dan pikirannya langsung melayang ke kejadian yang mengguncang hidupnya yang tenang dan bahagia itu.
***
“Ini sudah semua kok.” kata Lily lembut ketika mereka akhirnya sampai di bandara. Anton menurunkan sebuah koper berukuran kecil dari bagasi mobil, menatap tubuh mungil istrinya dengan penuh rasa penyesalan.
“Maaf aku ga bisa nemenin kamu..”
“Gak apa kok. Cuma mau ngejenguk papa mama sebentar, mereka juga kan ngerti sama kesibukan kamu.” Katanya menenangkan. Senyumnya lembut dan penuh perhatian.
“Tapi aku kepengen sekali pulang bareng, bukan misah gini.”, sesalnya sambil mengelus perut Lily yang belum terlalu besar. Kandungannya baru 5 bulan. Lily terkekeh.
“Besok juga kita ketemu kok.”
Orang tua Lily tinggal di luar negeri. Mereka begitu senang mendengar prospek akan menjadi kakek nenek, mendapat anggota keluarga baru. Seorang bayi mungil. Namun sayang, kondisi kesehatan ayahnya yang membuat mereka tidak bisa menjenguk Lily. Anton dan Lily pun berinisiatif untuk langsung menjenguk mereka. Sekalian berlibur. Mereka yakin, begitu sang bayi mungil hadir, akan sulit bagi mereka untuk menikmati waktu berdua. Sayang, pekerjaan Anton yang bertumpuk membuatnya harus menunda kepergiannya sehari.
“Jaga si kecil ya, Sayang.”, bisiknya sambil mencium kening Lily dan kemudian berlutut ke perut Lily yang mulai membesar dan menatapnya dengan penuh sayang. “Jagain bunda ya, Sayang. Ayah besok nyusul. Kita ketemu lagi ya.”, janjinya sambil mengelus-elus perut Lily.
***
Namun, Anton tak akan pernah bisa melihat istrinya dengan perut yang semakin membesar. Tak akan mungkin dia menemani Lily di ruangan bersalin. Tak mungkin membuai bayinya yang mungil. Lily sudah pergi. Dan membawa serta bayinya. Pesawatnya mengalami kecelakaan di atas lautan. Tak ada seorang pun yang selamat.
Anton menyalahkan dirinya sendiri. Semestinya dia tidak menunda keberangkatannya. Tak apa dia ada di dalam pesawat itu. Ikut hancur berantakan. Yang penting, dia bersama Lily dan anaknya. Bukan ditinggalkan sendiri begini! Dan berakhir di tempat tidur, bercinta dengan wanita asing yang tak dikenalnya!
Anton segera bangkit, memunguti pakaiannya dan masuk ke dalam kamar mandi. Segera dipakainya pakaiannya. Bagaimanapun, seks hanyalah seks. Dia merasa bersalah, namun dengan segera dipisahkannya rasa bersalah itu. Bercinta dengan wanita asing ini tidak bisa sepenuhnya dikatakan bercinta. Karena tidak melibatkan perasaan apapun selain nafsu, dan kemarahan, kesedihan, dan juga penyesalan. Ketika itu semua selesai, yang tinggal hanyalah rasa hampa. Dan kesepian. Rongga dadanya terasa sangat kosong.
Semuanya sudah berakhir. Apa yang ia punya sudah direnggut secara paksa, dan hilang ditelan kegelapan.
***
Saturday, March, 17th 2012, 05.49 PM.
Note : my own interpretation for Damien Rice’s song, 9 Crimes. Thanks for spending you precious time for reading.
0 komentar: