[REVIEW] Chef's Table Episode 1 : Massimo Bottura
Chef's Table, Netflix Original Series
Director : David Gelb
Episode 1 : Massimo Bottura
Mei 2012, bagian timur Italia diguncang gempa berkekuatan 5.2 dan 5.8 skala richter. Kejadian ini menewaskan 9 orang meninggal dan menghancurkan beberapa bangunan. Salah satunya adalah gudang penyimpanan keju Parmigiano-Reggiano di kota Modena. Ribuan blok keju yang hancur dan rusak, terancam tak dapat dijual. Padahal perekonomian setempat bergantung dari keju-keju berkualitas tinggi ini.
Massimo Bottura datang dengan ide brilian : memasak semua keju tersebut menjadi risotto. Resep yang dikenal sebagai Risotto Cacio e Pepe ini bukan hanya revolusioner karena mengubah resep tradisional risotto, namun juga mudah dibuat hingga seluruh dunia saat itu, mulai dari New York hingga Tokyo, membuat resep ini. Permintaan akan keju Parmigiano-Reggiano meningkat. Ribuan blok keju yang sudah hancur itu ludes terjual.
(Risotto Cacio e Pepe)
Risotto Cacio e Pepe adalah sebuah revolusi risotto. Namun itu hanya sebagian kecil revolusi yang dibawa oleh Signor Bottura untuk masakan Italia.
Chef's Table adalah original documenter series dari Netflix yang menceritakan kisah hidup 6 orang chef eksentrik dan ambisius hingga mampu membawa perubahan dalam dunia gastronomi. Disutradarai oleh David Gelb, orang yang sama yang menyutradarai Jiro Dreams of Sushi. Gelb punya cara yang humanis saat menggambarkan chef yang eksentrik dan revolusioner. Kecintaannya akan dunia gastronomi terlihat dari visualisasinya yang jor-joran penuh warna dan detail.
Di Italia, tradisi kulinernya sudah berakar sangat dalam dan kompleks. Ia bukan sekedar negara asal pizza dan pasta. Jutaan resep kuno dari seluruh penjuru Italia hadir turun temurun, dimakan mulai dari para nonna hingga balita. Kecintaan Bottura akan makanan Italia hadir ketika ia melihat langsung sang nenek membuat tortellini. Sejak saat itu, ia belajar tentang resep-resep kuno ini.
Episode pertama Chef's Table ini bercerita mengenai kisah hidup Bottura, mulai dari awal ia memutuskan untuk menjadi seorang chef hingga kini dikenal sebagai pemilik Osteria Francescana, restaurant terbaik ketiga di dunia (tahun 2015 menjadi kedua terbaik di dunia). Ia pernah bekerja untuk Alain Ducasse dan Ferrari Adria, yang membuatnya terinspirasi untuk berkreasi lebih liar lagi dengan masakan Italia.
Dengan tradisi kuliner yang sudah mengakar dan kuno, jangan pernah coba-coba menghancurkan apa yang yang sudah ada. Do not mess with grandma's recipe. Tapi terkadang, dibutuhkan sebuah aksi gila untuk menyelamatkan tradisi kuliner ribuan tahun ini. Di tangannya, ia menciptakan "Tortellini Waking Into Broth"
Rakyat Modena marah besar dengan apa yang dilakukan oleh Bottura. Biasanya, sesendok sup tortellini berisi sepuluh, namun di hidangan ini hanya ada enam buah, yang dijejerkan di samping krim yang dikentalkan dengan gelatin. "ini penghinaan akan tradisi!", kata mereka. Namun bagi Bottura, ada filosofi tersendiri di balik hidangan ini. Dengan enam buah tortellini ini, rakyat Italia akan benar-benar menghargai perjalanan dan proses kehidupan dan tradiri kulinernya, suatu hal yang konon semakin ditinggalkan oleh para generasi mudanya.
Kisah humanis mengenai Bottura ini memberikan sebuah perspektif baru tentunya bagi para pecinta kuliner. Ini bukan sekedar food porn! Lewat episode ini, kita belajar bahwa terkadang, tradisi yang terlalu mengakar membutuhkan perubahan lewat orang-orang visioner. Apa yang dilakukan Bottura sama dengan Radiohead saat merilis album Kid A. Ia menghancurkan dan merekontruksi ulang tradisi kuliner Italia demi menyelamatkannya. Di tangan Bottura, makanan biasa menjelma menjadi karya seni penuh filosofi dan ide. Setiap bahan diperlakukan dengan sangat hormat dan penuh penghargaan.
(Oopps I Dropped The Lemon Tart)
(The Painted Veal)
(An Eel Swimming Up To Po River)
(Five Ages Of Parmiggiano-Regiano)
0 komentar: