RUSH (2013) : “A GRIPPING AND INTENSE STORY ABOUT WHAT'S DRIVEN US, HUMAN.”
Director : Ron Howard
Screenplay : Peter Morgan
Cast : Chris Hemsworth,
Daniel Bruhl, Olivia Wilde, Alexandra Maria Lara,
Gue
gak tahu apa hal ini menimpa para movie-enthusiastic
lainnya atau tidak, tapi
sesungguhnya sudah nyaris sebulan ini, otak gue seolah mati rasa
dengan film-film yang sedang tayang di bioskop. Rasanya gue sedang
tidak bernafsu buat nonton, atau emang rasanya basi aja gitu. Hal ini
berakibat dengan menurun drastisnya jumlah tulisan gue, khususnya di
blog. Padahal ya, blog ini bagi gue bukan cuma sekedar media buat gue
nulis review. Blog ini rumah gue, tempat gue membagikan point
of
view gue, dan terutama
sekali...sesi terapi. Writing is my way to dealing with
voices in my own head.
Anyway,
kenapa jadi lebay dan keluar jalur gini yak?
Intinya
sih, gue merasa tulisan gue memang semakin lama semakin 'tumpul'.
Like, I've losing a perspective. Yang
berasa kayak 'kewajiban' pekerjaan, kaku dan formulatic.
Don't get me wrong, gue
masih suka kok menulis, but
for the first time in my life, reviewing a movie isn't quite fun
thing. Sampai
semalam, gue diundang untuk media
screening film
terbaru dari Ron Howard, “Rush”.
Inspired
by true story, Rush
sendiri berkisah mengenai persaingan antara dua pembalap F1 di tahun
1970 : James Hunt dan Niki Lauda. Hunt (Hemsworth) dan Lauda (Bruhl)
pertama kali bertemu di sebuah pertandingan F3 yang kelasnya masih
amatir, dimana Lauda mengalami kekalahan pertama dari Hunt, dan
persaingan mereka pun dimulai. Hunt, adalah seorang pembalap nekat
dengan kemampuan alami dan pesona yang membuatnya likeable,
berbeda
180 derajat dengan Lauda yang sangat 'dingin', penuh persiapan, dan
sangat analytical.
Dan
ketika mereka berdua masuk ke liga F1 yang jauh lebih besar sekaligus
berbahaya, persaingan mereka berdua bagaikan sebuah ambisi tiada
akhir untuk pembuktian siapa yang terbaik dan tercepat.
Heart vs Brain. Dan
selama 123 menit, penonton, baik fans F1 maupun bukan, diajak larut
bukan hanya dengan balapan mobil yang terasa begitu nyata dan
mencengangkan, namun kita juga diajak masuk ke dalam isi dan point
of view dari
kedua karakter utamanya.
And
a nice chit-chat between me and two movie-enthusiastic : masset
(@ssetiawan)
dan Kak Haris (@oldeuboi) after
the movie screening questioning about “Howard's Directing Style”.
Bahwa sesungguhnya memang, Ron Howard masih agak sulit diprediksi
dengan hasil-hasil karyanya. Hit
and miss, if I might add. Dengan
A Beautiful Mind, Apollo 13, dan Cinderella Man, hingga DaVinci Code
dan Angels and Demons yang masuk kategori mediocre
(in
my humble opinion ya,
karena sebagai fans novelnya, gue termasuk yang kecewa) dan The
Dilemma (yang...ah sudahlaaah) di dalam daftar filmografinya, Howard
sendiri seolah melompat-lompat ke berbagai genre dan style,
belum
dapat dilihat kira-kira apa gaya penyutradaraannya. Even
though, film-filmnya
memang masih watchable.
Namun,
dari
apa yang kira-kira bisa kita perkirakan, Howard definitely
a guy who can made it with the right teams. Give him a bunch of
mediocre people, and his movies would be like one. But give him a
talented team, and it will be fantastic. Dengan
naskah
dari Peter Morgan (they
previously
movie : Frost/Nixon which is awesome)
yang memfokuskan pada persaingan Hunt-Lauda secara psikologis.
Tambahkan dengan Hans Zimmer (Lion King, Inception) yang mengcompose
scorenya,
lalu A. Dod Mantle (Slumdog Millionaire, 127 Hours, Trance) yang
bertanggung jawab dengan sinematografi dan shot-shotnya
yang terasa sangat detail sekaligus 'jantan' (apaan sih gue?).
Kesemuanya digabungkan dengan editing dari Daniel P. Hanley, yang
merupakan editor film langganan Howard, menjadikan semuanya sebuah
film yang utuh, dengan Daniel Bruhl sebagai the
center of attention.
And indeed, Bruhl is a shine bright star in here. Jualan utama film ini memang nama Hemsworth yang sudah terkenal lebih dulu dan juga Howard. Di trailer dan materi promosi pun Hemsworth memang pemeran utamanya. Dan gue tidak mengatakan bahwa aktinya jelek atau apa, namun performa Hemsworth benar-benar tertutupi oleh Bruhl, yang dengan sangat mengerikannya memerankan sosok Lauda yang begitu fokus dan tidak mau dikalahkan Hunt. Di sebuah adtegan klimaks bahkan membuat gue semakin merinding. Is it too early predict Bruhl as one of tough contender in Oscar as Best Supporting Actor? Maybe, but he is worth for it. (Walau kayaknya bakalan berhadapan sama Jared Leto dari Dallas Buyer's Club dan my lovely Michael Fassbender dari 12 Years A Slave. Damn. Berat-berat ya saingannya!)
Terus
terang, pengetahuan gue soal F1 hanyalah nama Michael Schumacher dan
Kimi Raikonen (mukanya yang mana juga kaga tau). Let
alone about James Hunt and Niki Lauda itself. Jadi
gue bukan di posisi yang bisa memberitahukan apakah akting Hemsworth
– Bruhl akurat atau tidak. Physically
maybe. Tapi dari segi
aktingnya, mereka berdua benar-benar membuat gue terkesima. Hemsworth
yang terlihat playful
but has his own dark side. Bruhl
yang wajahnya dipermak habis-habisan dengan make
up protestik dan aksen
Austria-nya, memerankan Lauda yang selalu penuh perhitungan dan tidak
mau kalah. Keduanya bagaikan sedang balapan. Dengan lincah Howard
mengarahkan keduanya untuk saling mengisi, di satu sisi ketika film
berfokus dengan 'kemenangan' Lauda, Howard justru mengajak kita masuk
ke dalam isi kepala James Hunt di saat-saat downnya.
Begitu pula saat Hunt ada di puncak, kita diperlihatkan ambisi dan
perjuangan Lauda agar tak pernah kalah dari Hunt.
Jadi
seperti apa Rush, based
on what I've been babbling since this first beginning? All I can say
that this one of the best movie I've watch this year so far. Hunt –
Lauda's dynamic of ups and downs, bagaikan
dua sisi koin yang sama sekaligus berlawanan. They
hate each other yet they need each other. They envy each other yet
they respect each other. They both just ordinary man, driven by
ambitions for speed and winning, dengan
aura kematian yang begitu kental di banyak scenes.
Gosh...you got all the gripping and intensity with full of inspiring
story. Gue gak mau
banyak menghamburkan detail filmnya. Go
watch it by yourself.
Sesuai
dengan
apa yang gue tulis di awal tadi, seusai gue menyaksikan Rush,
gue seolah diingatkan kembali dengan “reviewing
for fun”,
bahwa sebuah film bukan hanya sebagai sebuah hiburan belaka, namun
lebih dari itu. Gabungan dari pikiran yang terprovokasi dan kepuasan
yang membuncah di hati, bagaikan sebuah pengalaman makan malam full
course mewah
nan lengkap yang dimasak oleh Joel Robuchon mulai appetizer
hingga
dessert. Thank
you for this experience, Mr. Ron Howard!
n.b
: Dan kini, gue semakin tak sabar menanti “12 Years A Slave'
yang sudah gue buzzer
secara
masif via socmed karena yakin film ini akan membuat otak gue meledak
dan membuai dalam sebuah cinematic
experience yang
tak dapat dilukiskan kata-kata, bagaikan sebuah orgasme berulang
kali.
There,
I
just writing a review with another food analogical yet sound like a porn
stuff, all in one.
But
I'm
happy!
0 komentar: