Review : Wreck it Ralph ( 2012 )

18.17 Indanavetta 0 Comments

WRECK IT RALPH
“IT’S GOOD TO BE BAD”

Director: Rich Moore
Screenplay: Phil Johnson and Jennifer Lee
Cast: John C. Reilly, Sarah Silverman, Jane Lynch, Jack McBryer


Coba mari kita bayangkan sejenak, apa yang terjadi ketika sebuah game centre ditutup? Apakah semua mesinnya mati tanpa ada kegiatan apapun lagi? Atau malah ternyata semua karakter dari game-game tersebut keluar dari mesinnya, hidup dan berinteraksi sebagaimana kita manusia setelah mengalami hari kerja yang melelahkan? Premis dari film animasi Disney terbaru, Wreck It Ralph ini sesungguhnya sangat menarik dan cerdas, menurut saya. Ada sebuah rasa excitement yang begitu besar ketika akhirnya melihat banyak karakter dari game-game masa kecil saya muncul di dalam film ini.
Ralph (Reilly) sudah 30 tahun diprogram untuk menjadi karakter antagonis melawan Fix-It-Felix (McBryer). Namun ternyata ketika game centre ditutup, dia masih saja diperlakukan sebagai orang jahat oleh para Nicelanders. Ralph yang ingin membuktikan bahwa dia juga orang yang baik kemudian nekat keluar dari mesinnya dan menyusup masuk ke dalam konsol “Hero’s Duty” demi mengambil sebuah medali sebagai pembuktian diri. Naas, sebuah insiden membuatnya terlempar keluardari game yang dipimpin oleh Sergeant Calhoun (Lynch) ke dalam mesin game yang lain, “Sugar Rush”. Disana, medali Ralph malah direbut oleh karakter glitch Vannelope von Schweetz (Silverman), namun ujung-ujungnya Ralph malah terpaksa menolong Vannelope memenangkan balapan mobil, tanpa menyadari bahwa mereka berpotensi untuk menguak sebuah konspirasi besar dan juga kelam. Akankah Vannelope berhasil memenangkan balapan mobil dan membuktikan bahwa dia ‘berguna’? Akankah Ralph berhasil mendapatkan pengakuan dari para Nicelanders?
Saya adalah penggemar film animasi, terutama dari Disney-Pixar. Walau Wreck It Ralph ini bukan karya kolaborasi dari keduanya, saya merasa film ini adalah perpaduan dari dua film animasi terkenal Toy Story dan Monster Inc. Ada banyak kemiripan antara ketiga film animasi ini. Tapi ini tidak berarti jelek, karena menurut saya ini justru sebuah hal yang jenius. Wreck It Ralph membuat generasi muda terbuai dengan visualisasinya, sedangkan bagi generasi yang sempat mengalami masa-masa keemasan dari game centre ini ikut bernostalgia. Sungguh sebuah pengalaman yang membangkitkan euphoria masa lalu ketika melihat karakter dari Pac-Man, Sonic, hingga Street Fighter yang berbicara selayaknya kita semua. Seolah apa yang mereka lakukan memang hanya kerja belaka.

Wreck It Ralph sendiri sudah menjadi sebuah konsep sejak sepuluh tahun lalu dimana Moore membuat sebuah premis unik, yaitu ketika sebuah karakter terjebak melakukan hal yang sama berulang-ulang kali selama 30 tahun lamanya. Membuat setting filmnya menjadi di universe video game menurut saya merupakan sebuah ide yang brilliant. Dengan riset yang mendalam, banyaknya referensi terhadap game-game lain yang sudah begitu dikenal oleh kita semua. Tim animator Disney juga berhasil mempertunjukkan sebuah film animasi yang solid dari awal hingga akhir. Tampilan visual dari tiap setting begitu berbeda sekaligus believable. Terutama ketika nyaris seluruh durasi film berpusat di Sugar Rush universe yang penuh akan warna-warni permen cerah ceria yang begitu manis dan memanjakan mata, membuat saya sebagai penonton ingin setidaknya ikut masuk ke dalam sana, ikut berenang dalam kolam coklat atau dikejar-kejar oleh pasukan oreo.
Dari sisi para pengisi suara, tanpa mengecilkan peran Reilly yang berhasil membuat karakter Ralph yang begitu kasar dan agak bodoh layaknya karakteristik antagonis, saya merasa bintang utama disini adalah Sarah Silverman sebagai Vannelope. Suaranya yang serak-serak basah sekaligus imut pas menggambarkan karakter Vannelope yang aneh, nyentrik, sekaligus imut dan adorable. Karakter lain yang turut memberikan warna di Wreck It Ralph justru karakter Fix-It-Felix. Tingkah lakunya yang sangat terinspirasi dari Mario Bross sangat menggelikan, disuarakan dengan begitu naïf dan polosnya oleh McBrayer, yang membuat saya langsung teringat akan perannya di 30 Rock. Terkadang menjadi tokoh protagonis malah menerbitkan tawa yang begitu lepas, ini yang terjadi pada Felix. Jangan lupakan juga suara Lynch yang tegas membahana, membuat karakter Sergeant Calhoun begitu sexy and hard to resist.
Dan ya, walaupun ini animasi, filmnya sendiri tidak ceria, ada begitu banyak plot berlapis dan kompleks di dalamnya, membuatnya sedikit ‘dark’ bagi para penonton belia. Namun hal ini tidak membuat filmnya sendiri keteteran dan kehilangan fokus. Setiap interaksi karakter diceritakan dengan begitu jelas nyaris tanpa ada jeda untuk saya menguap kebosanan. Ada Ralph yang lelah menjadi tokoh jahat, yang hanya ingin dihargai oleh para Nicelanders. Ada Vannelope yang ingin membuktikan diri bahwa walau dia memiliki sebuah kekurangan fatal bukan berarti dia adalah sebuah kegagalan. Perilaku para karakter protagonist, terutama Nicelanders seolah menyindir kita semua, yang terkadang mengucilkan orang-orang yang kita anggap ‘jahat’, tanpa menyadari bahwa kitalah sesungguhnya yang telah berperilaku jahat dan tidak adil kepada mereka.

Overall, Wreck It Ralph memuat banyak pesan positif sekaligus sedikit satire di balik visualisasinya yang semanis permen. Terkadang di dalam sebuah komunitas diperlukan tokoh antagonis. Namun tidak berarti tokoh antagonis ini lebih buruk dari para protagonist, karena sesungguhnya manusia selalu memiliki dua sisi yang saling berlawanan. Tapi akankah kita terjebak dan menjadi masyarakat yang munafik, menganggap diri baik dengan memperlakukan orang yang tidak lebih baik dari kita dengan buruk?
“I’m bad, and that’s good. I will never be good, and that’s not bad. There’s no one I’d rather be than me”

****

Extra Review :
PAPERMAN
“SIMPLE YET TOUCHING”

Sebagai pecinta animasi dari Disney, di setiap penayangan film di bioskop, kita pasti menanti-nantikan seperti apa pendahuluan dari filmnya sendiri. Tak terkecuali kasus Wreck-It-Ralph ini, dengan hadirnya short animation berjudul Paperman.

Disutradarai oleh John Kahrs, Paperman sendiri berkisah mengenai pertemuan tak sengaja seorang pria dan wanita, yang saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Mereka lalu berpisah, dan tanpa sengaja sang pria melihat sang wanita kembali. Sang pria lalu berusaha menarik perhatian sang wanita dengan membuat dan menerbangkan pesawat kertas.

Simple, adalah hal pertama yang saya dapat dari Paperman. Namun itu tidak lantas membuat filmnya sendiri tanpa makna. Walau hanya berdurasi 7 menit, namun filmnya sarat dan penuh makna, dengan kesederhanaannya tampil begitu menggugah dan tak kalah memukaunya dengan main course : Wreck-It Ralph. Paperman seolah memberikan sebuah bukti bahwa di tengah gempuran animasi full CGI, perpaduan dari traditional animation dan CGI masih menjadi sebuah kekuatan tersendiri. Ditambah dengan nuansa realism dan black and white ala 1940, membuat Paperman menjadi sebuah campuran dari keindahan klasik dan modernitas.

Warning : ketika kamu sudah membeli tiket Wreck-It Ralph, diharapkan untuk tidak terlambat masuk ke dalam studio, supaya kamu tidak ketinggalan short animationnya, Paperman, yang walau berdurasi pendek, tapi begitu menyentuh dan indah.

0 komentar: