(Misc.) Balada Nama
Seorang penyair legendaris, William Shakespeare pernah
berkata, “Apalah arti sebuah nama?”, dan awalnya gue termasuk orang yang
berpikir bahwasanya tak masalah gue dipanggil apa, selama yang dimaksud itu
tetaplah gue, si cantik dan imut ini. Selama ini gue toh tidak pernah merasa
kesulitan dalam hal panggil-memanggil nama ini, karena selama ini gue selalu
berada di zona nyaman dimana gue selalu berada di lingkungan yang memang sudah
mengenal gue, berikut dengan nama panggilan gue.
Okay, jadi nama panjang gue adalah Indanavetta Putri Bungasa
Giswitda Amri. Iya, panjang memang. Blame
my over creative mom for that. But actually gue justru sangat senang dengan
nama gue. Karena dengan nama yang super panjang sekaligus langka ini, gue
justru jadi lebih mudah diingat oleh orang lain. Tapi toh, dengan nama panjang
ini membuat banyak orang mesti memutar nama untuk memanggil gue dengan pendek
dan efektif.
Daridulu gue selalu dipanggil dengan nama “Indana”. Itu adalah
nama panggilan terkenal sejak jaman SD sampai SMA. Dari guru, sahabat, musuh,
sampai pacar jaman itu selalu manggil gue dengan nama Indana. Hal ini membuat
gue merasa nyaman dan percaya diri saat memperkenalkan diri dengan nama itu.
Banyak juga lalu yang akhirnya tahu bahwa gue punya nama
panggilan ‘Tias’, dan mulai iseng memanggil gue dengan nama itu. Gue kasih tahu
saja ya, gue awalnya tidak terlalu suka dengan nama panggilan ‘Tias’ itu.
Banyak sih yang nanya, “Bagian darimananya nama lo yang super panjang itu ada
kata ‘Tias’?”, yang akan gue jawab dengan serius bahwa sesungguhnya nama ‘Tias’
merupakan anagram dari nama Opa dan Om ague : “Een SumiaTI dan Juju Wahyu
ASmaradi.” Get it? Ti-As? So yeaaah…Tapi
daridulu justru keluarga besar gue selalu memanggil gue dengan nama panggilan ‘Nju’,
instead of Tias. Karena nama Tia situ
hanya dipakai ketika nyokap dan bokap gue sedang marah dan kemudian memanggil
gue dengan intonasi yang menyeramkan.
Tapi ada untungnya juga sih. Justru karena makin banyak
orang yang memanggil gue dengan sebutan ‘Tias’, gue jadi ga trauma lagi kalo
mendengar nama pendek gue. Dan akhirnya nama itu jadi nama keberuntungan,
banyak orang yang mengenal gue di soc-med seperti twitter dan blog dengan nama
itu, hihihi…
Masalah dimulai ketika gue memutuskan untuk keluar dari zona
nyaman gue di kawasan Indonesia Timur (baca : Makassar) dan pindah untuk
berkuliah di Jakarta. Darisana gue harus mulai untuk memperkenalkan diri lagi
ke banyak orang-orang baru. Untungnya untuk kasus seperti teman-teman komunitas
yang sudah tahu nama panggilan gue, membuat gue tidak terlalu ribet lagi.
Ketika kemudian di kampus, orang-orang mulai belibet (baca : males) untuk
memanggil gue dengan Indana. Atau bahkan Tias karena sudah ada nama yang sama.
Jadilah gue di kampus dipanggil dengan ‘Inda’ (nanggung!) atau bahkan ‘Mamih’
(mentang-mentang gue tua!).
Hal yang sama berlaku ketika gue akhirnya memasuki dunia
perkantoran sejak 3 minggu yang lalu. Sejak awal gue sudah berusaha untuk
terdengar professional dengan memperkenalkan diri dengan nama Indana. Namun toh
rupanya orang-orang mulai belibet pula untuk memanggil nama gue itu. Jadilah,
gue dipanggil “Pata” (seriously?), “Indra”
(ngecek celana), Endah” (hiks), “Nda” (biar ringkas), dan akhirnya, secara
resmi dan sepihak oleh rekan-rekan sekantor, nama panggilan gue ada lah “Indy”.
Jadi, kalau sekarang ada orang yang mengutip William
Shakespeare dengan quote terkenalnya
itu, gue akan berteriak “PENTING TAUK!”, karena punya terlalu banyak nama
panggilan berpotensi membuat lo sakit kepala. Dan itulah kenapa gue menamai anak gue simpel : Amorina dan Ayden, biar mereka tidak mengalami kesulitan yang gue rasakan ketika sekolah dulu. Atau ini cuma gue aja yang puyeng
dan lebay ya?
tapi sekarang dari nama yang panjang banget itu berubah lagi jadi MeCail M, right? hhihi
BalasHapus