Review : Heima and Inni ; Sigur Rós

10.54 Indanavetta 0 Comments


HEIMA & INNI
An Introduction and A Nice Friendly Chatting


Inni : Sigur Ros (2011)
Director : Vincent Morisset
Cast : Jon Thor Birgisson, Orri P. Dyrason
, Georg Hoim


 
Heima : Sigur Ros (2007)
Director : Dean DeBlois
Cast : Jon Thor Birgisson, Orri P. Dyrason, Georg Hoim
 *********

Oke, mungkin sekarang sih sudah banyak yang familiar dengan nama Sigur Ros, tapi buat gue sendiri, nama ini baru familiar belakangan ini. Hmm...to be exact, sejak sahabat gue, Merista Kalorin mulai ketagihan dengan musik mereka, barulah gue tahu bahwa ada sebuah band bernama Sigur Ros yang eksis di dunia ini. Well, mungkin emang gue aja yang ketinggalan berita, karena rupanya mereka sudah ada sejak tahun 1994 (itu semacam gue masih unyu-unyunya). 
Jadi, Mery kemudian mengirimkan dua lagu dari Sigur Ros untuk kemudian gue dengar, yaitu Hoppipolla dan Heima. Alasan kenapa lagu ini yang dipilih karena katanya lagu ini paling easy listening buat kuping gue (yang masih sangat alay, sodara-sodara!). Membuat gue jadi kepikiran sendiri saat itu, yang easy listening-nya aja begini, gimana yang gak easy listening-nya yak...Tapi toh nyatanya, based on curiosity (and they said that curiosity could killed a cat...which is one of the cutest and adorable creature in this world, beside my babies, Aimee and Ayden of course) membuat gue kemudian nekat untuk menonton Inni : Sigur Ros di festival Europe on Screen hari Minggu kemarin di Erasmus Huis. Dengan peluh yang mengalir deras, tas backpack yang berat, dan sekotak anggur yang gue bawa sebagai camilan, gue pun masuk, hanya berbekal pengetahuan bahwa Sigur Ros adalah sebuah band asal Islandia dengan musik yang masih terasa aneh di kuping gue.
Inni, yang disutradarai oleh sutradara berkebangsaan Kanada, Morisset dan berdurasi sepanjang 74 menit ini bisa jadi merupakah salah satu film dokumenter ter-absurd yang pernah gue tonton. Pertama, karena seluruh lagu yang dimainkan di dalam filmnya tak ada satupun yang familiar di telinga gue. Kedua, pilihan Morisset untuk membuat filmnya hitam-putih, ditambah dengan shot-shot yang tidak biasa, menyorot seluruh personel band ini dalam memainkan alat musik dan bereksperimen. Ketiga adalah  dengan suara lengkingan dari Birgisson yang dijuluki angel falsetto. Dan terakhir karena banyak dimasukkannya gambar-gambar seperti langit malam yang bertaburkan sejuta bintang atau hujan dan kabut, yang membuat kesan ambience dan dreamnya semakin nyata. Dan terus terang saja, dengan pilihan seperti ini, pilihannya cuma dua, lo tertidur atau terhipnotis.
Dan gue? Untungnya gue tidak melewatkan seluruh durasi filmnya dengan tertidur, karena gue terlalu sibuk terhipnotis dengan apa yang ada di depan gue. Musik Sigur Ros sendiri, setelah gue perhatikan dengan lebih dekat...musik mereka sangat rumit. Memang terdengar sederhana, tapi sekaligus terdengar begitu kaya dan rumit. Dan bisa menyaksikan itu semua di depan mata gue membuat gue terbuai dan terhipnotis. Rasanya bagaikan diajak masuk ke dalam alam mimpi yang begitu aneh, tak memiliki sebuah bentuk cerita yang utuh, melayang-layang di angkasa...tapi sekaligus terasa begitu damai dan menyejukkan jiwa. Terutama ketika lagu Svefn G Englar (Gue baru tahu judul lagunya belakangan sih, again, thanks to you Mer!) dimainkan...Benar-benar eargasm and breathtaking!



 














Tidak tanggung-tanggung, kurang lebih lima hari setelah pengalaman itu, gue langsung melanjutkannya dengan film dokumenter mereka yang kedua, yaitu Heima. Dirilis terlebih dahulu dibandingkan dengan Inni, Heima masih menawarkan feel yang sama dengan Inni. Bedanya, film yang disutradarai oleh DeBlois ini memberikan film yang lebih berwarna dan ringan, dibandingkan dengan Inni. Heima terasa begitu hangat dan memabukkan, menyaksikan mereka melakukan konser unofficial di kampung halaman mereka sendiri, yang dihadiri oleh orang-orang yang mengenal mereka secara pribadi, memberikan kesan seoalh gue ada di antara mereka, menyaksikan keempatnya dengan penuh takjub dan kekaguman, dan sekaligus terasa begitu dekat.

Hal ini kemudian ditambahkan dengan DeBlois yang memasukkan gambar-gambar pemandangan alam, seperti air terjun yang dilambatkan atau layangan yang terbang bebas di awan biru, landscape yang begitu indah....memberikan kesan kampung halaman yang begitu kuat (walau kampung halaman gue mungkin tidak sekeren itu). Berbeda dengan Inni yang terasa begitu jauh dan bagaikan khayalan, Heima terasa lebih nyata dan personal, gue seolah diajak ikut pulang ke kampung mereka, dengan perbukitan yang mirip dunia Teletubbies, dan malah bikin gue jadi memasukkan Islandia sebagai salah satu negara wajib dikunjungi sebelum mati...

Jadi secara keseluruhan, kedua film ini benar-benar membawa gue ke sebuah dimensi baru. Ketika Inni mengajak gue ke sebuah dunia penuh keabsurdan tapi sekaligus sebagai sebuah salam perkenalan akan musik mereka yang tidak begitu mudah gue cerna, maka Heima bagaikan sebuah percakapan penuh persahabatan yang semakin membuat ketertarikan gue akan Sigur Ros ini semakin kuat. Dan gue rasa, orang yang harus gue berikan rasa terima kasih ini tentu Mery, yang sudah terlebih dahulu tenggelam dalam dunia penuh ilusi dan hipnotis dari Sigur Ros. 

So, Mery... this double back review is highly dedicated for you, For everything that you gave for almost a year of our friendship. And happy birthday. Stay fabulous and classy, exactly like our first time chatted. Happy birthday, dear...

0 komentar: