Kisah Tentang Ibu

09.14 Indanavetta 0 Comments

Di awal kedatangan gue di Jakarta, Tiara ngajak gue untuk nonton Perahu Kertas 2 di Blitz GI. Diputuskanlah kami akan nonton di Jumat sore setelah kuliahnya selesai. Dia lalu memutuskan untuk naik bus tanpa AC dibanding naik TransJ yang pada jam itu super crowded. Menghemat waktu dan ongkos tentu saja, hehe. Di tengah perjalanan, adalah sebuah kewajaran ketika banyak pengamen sampai pengemis yang ikut naik, mencari sedikit rejeki. Di antara banyaknya pengamen tersebut, naiklah seorang ibu paruh baya. Yang membuatnya begitu berbeda, dia bukan menyanyi melainkan membacakan sajak. Gue lupa apa yang ia baca saat itu. Gue lebih tertarik dengan senyumnya yang ramah dan ceritanya mengenai anaknya yang baru berkuliah. Ya, ibu itu sanggup menguliahkan anaknya dengan hanya berbekal membacakan sajak di bus setiap harinya.

Cerita lain gue dapat ketika gue sedang mengukur kebaya untuk pernikahan tante gue. Disana ada seorang ibu muda yang menjadi salah satu staf penjahit. Yang begitu menghangatkan hati gue adalah, ibu ini membawa serta bayinya untuk bekerja. Jadi dia bisa sembari menjahit sekaligus mengurus anaknya. Gue tidak ingin bertanya alasannya kenapa membawa bayi ke tempat kerja, tapi yang patut diacungkan jempol adalah dia bisa menyeimbangkan waktu antara bekerja sekaligus bersama sang anak yang butuh perhatian penuh.

Cerita lain ada di sekitar lingkungan kostan gue di Salemba. Ada seorang ibu yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya. Ibu ini memiliki 3 anak, salah satunya adalah anak yang mengidap Down Syndrome. Untuk menghidupi dirinya, dia membuka jasa laundry kiloan dan membuka warung. Saking giatnya, ibu ini sering mengantar-jemput cucian dari rumah ke rumah. Sering ibu ini mengirim SMS, bertanya apa kami punya cucian kotor.

Which, bring me to my own story... 

Pernah, suatu saat ada yang bertanya kepada Mama, hadiah apa yang paling berharga yang pernah ia dapat dari anak-anaknya. Mama hanya tersenyum lalu mengeluarkan selembar kertas lecek dari dalam dompetnya. Kertas itu adalah puisi yang gue buat untuk Hari Ibu, bersama dengan bunga yang gue petik dari halaman. Gue bahkan tidak mengira puisi itu masih beliau simpan. Gue bahkan lupa dengan apa yang gue tulis ketika itu. Tapi itu adalah momen terindah buat gue.

Cerita di atas gue tulis bukan supaya kalian merasa sedih atau prihatin. Mata gue begitu terbuka, menjadi saksi langsung dari wanita-wanita kuat ini. Mereka hanya segelintir contoh. Toh masih  ada jutaan wanita-wanita kuat ini, tanpa nama, tapi begitu menginspirasi jikalau kita mau melihat berkeliling. Keadaan hidup yang begitu keras tidak membuat mereka menyerah. Bahkan, dengan caranya sendiri, mereka berjuang menaklukan kekerasan hidup itu sendiri. Kekerasan hidup dihadapi dengan penuh kelembutan, menjadikannya tempat bernaung yang begitu teduh bagi anak-anaknya. Menjadikannya sosok yang selalu menjadi tempat pertama untuk dituju bagi anak-anaknya. Dengan ketegaran sekaligus kelembutan mereka, mereka adalah pahlawan dan pejuang.
Mereka adalah pemenang.
Mereka adalah sosok bernama Ibu.

Terima kasih, Mama.

Sorry I'm not a perfect daughter. All I wanna do now is making something, be the best in everything I do. I want you to make every efforts you did in my 23 years old living is worth. I just want make you proud to me.
And I hope my children too.
I love you so bad, mom. Thank you for be the perfect mother for the three of us. Thank you for being so tough when life beats you down, to make yourself as our shoulder to cry on, as a place we called home. We can't ask for more. You are the best.

Happy Mothers Day to every Mother in the world.
-------------------
Dedicated to every mother in the world. And specially to my Mom. 



0 komentar: