Movie Review : Test Pack : Be My Baby

21.07 Indanavetta 0 Comments

Test Pack : Be My Baby –> A HEART-WARMING WITHOUT BEING TOO OVER DRAMATIZE



Director      :  Monty Tiwa
Screenplay  : Adhitya Mulya
Cast          : Reza Rahardian, Acha Septriasah, Renata Kusmanto, Dwi Sasono, Oon Project P, Ulil Herdiansyah, H. Jaja Miharja, Meriam Bellina, Gading Marten, Agung Hercules


Berbahagialah pecinta film Indonesia tahun ini, bioskop kita, walau masih ada beberapa film bergenre horror-porno yang berita skandalnya jauh lebih bisa dinikmati dibandingkan dengan filmnya sendiri (even gue sendiri gak mau menyebutnya film), namun genre-genre film lain mulai menggeliat. Dan yang gue bicarakan disini bukan hanya dari segi pendapatan box-office, namun dari segi genrenya yang lumayan beragam, juga dari segi kualitasnya, yang semakin lama semakin membaik.
 Dan salah satu yang terbaik tahun ini adalah sebuah film bergenre drama-komedi berjudul Testpack.
Diangkat dari novel karya Ninit Yunita yang sudah terbit sejak tahun 2005.

 Test Pack bercerita mengenai sepasang suami-istri bernama Rahmat (Rahardian) dan Tata (Septriasah) yang sudah menikah dan bahagia selama 7 tahun, namun masih belum juga dikaruniai anak. Sudah berbagai macam cara mereka lakukan demi mendapat sang buah hati, dari mulai sistem kalender sampai ke proses invitro (bayi tabung), namun selalu saja gagal. Di sisi kota yang lain ada Shanti (Kusmanto), seorang model terkenal yang akan diceraikan sang suami, Heru (Sasono) karena dia tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga besar sang suami. Darisinilah kemudian, kisah mereka bertemu dan saling bertabrakan. Sebuah potret yang cukup membuat hati miris di tengah banyaknya berita aborsi dan pembuangan bayi.


First of all, gue bahkan sadar ini adalah film Indonesia. Dan gue memang sudah sangat siap untuk melihat sebuah dramatisasi ala sinetron yang nampaknya memang sulit dilepaskan dari kategori film-film drama kita. Dan gue akhirnya dibuat tercengang, karena tidak sekalipun ada drama lebay ala sinetron. Semuanya, sejak awal film sampai ending, begitu mengalir dengan smooth dan believable. Semua aspek dari filmnya super duper keren. Soundtracknya yang mendukung. Lokasi dari semua scene, dari bar, klinik, sampai ke rumah plus segala printilan-printilannya detail banget. Rumah tempat Rahmat-Tata atmosfernya begitu homey, seolah memang mereka adalah pasangan suami-istri nyata yang tinggal di rumah yang nyata dan kita diperbolehkan untuk mengintip seperti apa kehidupan mereka sehari-hari.

Dari segi akting, tanpa perlu berbasa-basi, kayaknya udah tahu semua lah ya, Reza Rahardian adalah ujung tombak dari film ini. Mimik wajahnya begitu natural. Bahkan, dengan jajaran komedian yang sengaja ditaruh untuk memberikan sentuhan komedi seperti misalnya Oon Project Pop, Jaja Miharja, sampai Agung Herkules, scene paling hilarious justru datang dari gerak-gerik Reza yang begitu alami seolah dia berperan sebagai dirinya sendiri. When he smiled, when he cried, hati kita mau gak mau ikut trenyuh dan berseri-seri. Reza Rahardian membuat karakter Rahmat begitu hidup dan nyata. And just so you know, I always had a crush with him. Seeing him in a big sceen with that lazy eyes and curly hair…ngegemesin. Titik. Dan yang membuat film ini bahkan lebih perfect adalah chemistry Rahardian dan Acha Septriasa.  

They’re cute couple, and we do believe in them in the big screen. Dan gue berani bilang, this is Acha’s best performance. Peningkatan akting dari ketika pertama gue nonton dia di Heart jauh banget terasa. Lalu di sisi ‘antagonis’ ada Renata Kusmanto. Gue suka penjiwaan dari karakternya. Dalam film lain dan di tangan sutradara lain, karakter Shanti mungkin bisa dibuat terlihat sebagai evil bitch. Tapi disini gue ga ngerasakan hal itu. Gue sebagai penonton malah merasakan betapa miserable dan kesepiannya dia.

Dari sisi pemain pendukung, seperti yang gue singgung di atas, menurut gue kadar komedinya kurang nendang ketika dibandingkan dengan akting Reza, pengecualian untuk Oon Project Pop, yang bahkan dengan appereance-nya (tanpa bermaksud mendiskreditkan, gue fansnya Project Pop, lho) saja sudah menimbulkan tawa. Pun, kekurangan dari film ini, yang lumayan mengganjal di gue hanyalah masalah penggunaan bahasa sunda di beberapa scene. Entahlah, sebagai seorang half breed Sunda yang gak bisa berbahasa Sunda, semestinya gak pantes juga sih gue untuk mengkritik, tapi di pendengaran gue, logat Sunda-nya terdengar kaku dan aneh.


Monty Tiwa, tak diragukan lagi, adalah salah satu sineas terbaik Indonesia saat ini. Gue terutama sangat menikmati skenario yang ditulisnya dari film Mendadak Dangdut. Juga film debutnya sebagai sutradara, Maaf Saya Menghamili Istri Anda (2007). Dalam Test Pack, dengan naskah dari Adhitya Mulya, film ini tidak lantas menjadi film konsumsi kaum hawa semata. Filmnya mengalir dengan lancar, smooth, dan semua aspek dari filmnya believable. Bikin gue senyam-senyum sendiri, dan kemudian meringis menahan tangis haru. Again, dengan tema sestandar apapun, di tangan yang tepat, sebuah film bisa menjadi sebuah masterpiece. Jelas, ini adalah salah satu film adaptasi dari novel terbaik dari Indonesia, plus jadi salah satu film terbaik tahun ini. Undeniable.

 Overall, terkadang dalam hidup seseorang mungkin terlihat begitu wow, terlihat begitu sempurna. Namun, setiap relationship memiliki masalah sendiri. Begitu pula dalam sebuah kehidupan pernikahan, apakah benar anak adalah sebuah elemen terpenting di dalamnya, yang tanpa kehadirannya akan membuat pernikahan itu menjadi tak berarti? Ketika tuntutan masyarakat yang membuat panas telinga, setiap ditanya “Kapan punya anak?” menjadi begitu mengganggu.

Lalu, jikalau ternyata salah satu dari pasangan tidak mampu memberikan keturunan, apakah pasangan itu cacat, dan bisa dengan mudah disingkirkan? Lagi-lagi kembali ke sebuah pertanyaan penting : Apakah cinta saja cukup? Well, sebagai seorang yang skeptis, buat gue, tentu saja tidak (dan akan gue hentikan disini sebelum review ini berubah menjadi sesi curhat). Tapi ada banyak moment, bahkan untuk seorang gue, yang membuat hati trenyuh, sampai  gue berteriak frustasi dalam hati, “Bunuh gue sekarang!”  

Really, it’s a heartwarming. You have to watch it on theatres near you, terlebih, buat orang-orang yang masih menilai film ini dari judulnya (lame!), like, right now!

Trailer : 



0 komentar: